Rabu, 17 Agustus 2016

LEGENDA TARIAN TUJUH PUTRI YANG MENGISAHKAN SEJARAH EMPAT SULTAN DI MOLOKO KIE RAHA

Inilah kisahnya ……

Pada zaman dahulu kala, diketinggian langit nan biru, turunlah sekumpulan awan yang berwarna warni.
Di saat yang sama dari kejahuan ada seorang umat dimuka bumi ini, yang bernama………melihat kejadiaan itu dan berkata “ apa gerangan yang turun dari langit itu, tanda apa sebenarnya?” maka berjalanlah dia dan mencari tau tanda apa sebenarnya  hingga sampailah ditempat itu dan melihat, ternyata tanda itu adalah tanda tujuh putri turun dari kahyangan untuk mandi di air………… dia melihat ketujuh putri itu melepas sayapnya masing dan meletakanya di pinggir air, tergerak hatinya ingin mengambil salah satu sayap itu sambil menunduk dan melihat – lihat kesana – kemari, perlahan  - lahan dia menuju ketempat sayap itu dan mengambilnya, dan kemudian membawanya untuk disimpan.
Di saat yang sama, ketujuh putri yang sedang mandi itu mencium bau manusia dunia,  dan baunya semakin dekat” mereka pun bergerak dengan cepat dan dengan  tergesah – gesah untuk menuju sayap itu, dan mengambilnya lalu masing – masing memakainya, dan salah satu dari sayap itu tidak ada, ternyata sayap itu kepunyaan putri bungsu, karena kehilangan sayapnya dia berdiri dan mencarinya, sambil menangis dan berkeliling - keliling dia cari dan terus mencari, namun tidak juga ditemukan akhirnya dia sampaikan perihal kehilangan sayapnya kepada kakak – kakaknya, namun mereka berkata tidak melihat, dan mereka pun ikut mancarinya, mereka mencari kesana kemari, namun tidak ditemukan juga, lalu keenam putri itu terbang pulang, dan ketika sampai di tangga pertama mereka balik dan turun ke bumi . karena tidak tega maninggalkan adiknya sendirian mereka lalu memanggilnya pulang, namun adiknya berkata “sudah ……! Pulanglah…..!!!” mendengar jawaban itu, mereka pergi dan terbanglah keenam putri itu namun terlalu sayang dan cinta terhadap adiknya mereka naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya, adiknya berpesan kepada kakak – kakaknya “sampaikan pesanku ke ayahanda …….!!! Aku tak bisa pulang karena sayapku hilang….! Dan keenam kakanya itu pun pulang.
Pada saat itu, dari tempat persembunyianya, keluarlah dia dan mendekati putri yang tinggal sendirian itu, namun putri itu merajuk dan marah, dia membujuknya, putri  masih marah dia tetap membujukanya dan akhirnya putri itu pun bersedia dan mau menerimanya, mereka berdua hidup bersama – sama dan di karuniai tiga orang putra masing – masing.
Anak pertama  ; cikal bakal sultan Tidore
Anak kedua     : cikal bakal sultan Jailolo
Anak ketiga     : cikal bakal sulta bacan.
Pada suatu hari, sang suami berkata “ Didalam teluk dilaut sana ikannya banyak sekali” tapi mau tangkap dengan apa…!!! Mendengar itu, sang istri mengambil sehelai rambutnya lalu membuat jala, dan memberikan kepada suaminnya untuk pergi menangkap ikan, setelah kepergian suaminya, sang ibu memberi makan kepada ketiga putra – putranya, lalu kemudian mandikan putra – putranya satu persatu, dan terakhir mau memandikan putranya yang ketiga, dia melihat bayangan sayapnya, dalam air mandi itu,
Lalu cepat – cepat dia memandikan putra ketiganya, dan setelah selesai, sang ibu naik ke atap rumah lalu mengambilnya, karena memang oleh suaminya, sayap itu di sisipkan di atap rumah,  setelah megambilnya, dia turun dan memakainya, lalu mencoba untuk terbang, namun gagal, kemudian dilepaskan sayap itu, lalu mengambil kemenyan dan membakarnya, kemudian dengan tangannya sendiri, mengambil sayap itu dan meletakan di atas kemenyan yang telah terbakar dan mengeluarkan asap itu,dia mebolak – balik sayap itu, demi menghidupkan kembali sayapnya, dan setelah selesai dia mamakainya lalu mencoba lagi untuk terbang….dan berhasil…..namun sang ibu belum pergi, dia memanggil putra – putranya dan memberikan kedudukanya masing – masing.
Putra pertama atau cikal bakal Sultan Tidore: mendapat tempat duduk batu
Putra kedua atau cikal bakal Sultan Jailolo: mendapat temapat duduk ginoti(kayu hanyut)
Putra ketiga atau cikkal bakal Sultan Bacan: mendapat tempat duduk age(potongan pohon yang masih tersisah ditanah) Lalu sang ibu berpesan” kkalau ayah kalian pulang dan mananyakan tentang ibu, katakan kepadannya …..!!! ibu sudah pulang…… ibu pergi lewat sini (sambil menunjuk ke atas) lalu sang ibu pun terbang, karena tidak tega melihat putra ketiganya terlalu menangis sampai sang ibu naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya ditampunglah air susunya lalu diberikan kepada putra yang tertua, dan berpesan “kalau adikmu menagis….! Berikan air susu ini kepadanya…….!!!” Dan terbanglah sang ibu kemudian menuju kahyangan.
Jelang beberapa saat kemudian, pulanglah sang ayah, karena tidak melihat ibu dari putra – putranya, sang ayah pun bertanya kepada putra yang tertua “ ibu dimana…..!!!” putranya menjawab “ibu bilang …..!!! ibu telah pulang….ibu pergi lewat sini(sambil menunjuk ke atas) mendengar jawaban itu langsung menuju ketempat dimana sayap itu disimpan dan melihat ternyata sayap itu sudah tidak ada di tempatnya, maka menangislah dia, karena dia tau istrinya benar – benar telah pergi,kemudian sang ayah berpesan kepada putra yang tertua”jagalah adik-adikmu ayah pergi mencari ibu kalian sambil menangis, pergilah dia mencari sang istri tercinta, dia berjalan masuk keluar hutan, dan pada suatu saat dia bertemu dengan seekor burung “GOHEBA” (burung garuda) ketika melihat dia menangis, sang goheba pun bertanya “ Apa gerangan yang kamu sedihkan…..? sambil menangis dia mengisahkan perihal kesedihan hatinya,  dan goheba itupun bersedia mambantunya, lalu berkata kepadanya “Naiklah kepenggungku dan pejamkan matamu” dia pun turuti semua perintah itu, lalu goheba itu pun terbang, beberapa saat kemudian, dia pun memebuka matanya, setelah mendapat perintah dari gaheba, dan saat itu dia sudah berada di kahyangan.
Pada saat itu di kahyangan, raja kahyangan mencium bau manusia dunia, raja perintahkan kepada kedua pengawalnya (KABO SE MORINYO) untuk mengecek keberadaan manusia dunia itu, setelah bertemu bartanyalah kedua pengawal itu dan dia pun manjawab “aku datang untuk mencari istri ku …..!!!” dan pagawal itu pun menyampaikan hal ihwal itu kepada raja, dan raja pun berkata “memang istrinya berada di sini, namun ada saratnya: dia ditugaskan untuk megerjakan tiga persyaratan dan harus selesai tepat waktu
Pertama : pisahkan campuran air dengan minyak
Kedua    : pilih dan pisahkan pasir dengan futu (sejenis makanan yanh halus dan berwarna putih)
Ketiga        : tebang pohon beringin dengan pamarah (sejenis pisau cukur zaman dahulu)
Ketiga persyaratan itu berhasil di laluinya atas bantuan:
Raja ikan untuk persyaratan pertama
Raja semut untuk persyaratan kedua
Raja bua ( semut putih) untuk persyaratan ketiga
Setelah selasai, dia pun di panggil mengahadap raja, rajapun berkata “nanti besok kamu akan saya nikahkan dengan anak saya, namun kalau kamu salah menunjuk istri kamu, hukumannya di gantung dia mendengar semua itu, hatinya sangat sedih dan untuk kesekian kalinya dia manangis lagi, dalam kesedihan dan kedukaan hatinya tiba – tiba seekor lalat hijau (gufu sang) terbang lalu bertanya kepadanya: tofa ngana nyinga susah koa…?(tofa apa gerangan yang kamu sedihkan ?)sambil menangis dia mengisahkan apa yang dialaminya,karena dia tahu persis ketujuh putri itu wajahnya mirip semua tidak ada bedanya,dan lalat itupun bersedia membantunya dengan imbalan,bau busuk dan bau enak dimuka bumi ini semua untuknya,dan lalat itupun berkata lagi”kalau begitu jadi…!!
 Nanti besok kalau kamu melihatku hinggap diputri mana,itulah istrimu..!!dan besoknya setelah selesai acara izab Kabul ,dia lalu diantar masuk ke kamar,setibanya di kamar,dia melihat ketujuh putri itu duduk sangat teratur ditempatnya,dengan berpakaian yang sama, semuanya sangat mirip satu sama lainnya baik wajah maupun perawakannya,dia bingung, dia sama sekali tidak mengenal sedikitpun istrinya,dalam kebinggungannya tiba – tiba dia melihat lalat hijau itu terbang mendekati putri – putri itu dan akhirnya lalat itu dengan mudah dapat mengenalinya, hanya dari bau badan yang berbeda dengan putri lainya, karena bau yang khas sebagai seorang perempuan yang tengah menyusui, dan lalat itu pun meghinggapi salah satu putri yang berkedudukan di tengah diantara keenam kakak – kakaknya, dan pada saat yang bersamaan dia langsung mengenal istrinya dan bergegas maju lalu meletakan tangan di atas kepala (ubun – ubun) istrinya, dan keenam kakak – kakaknya itu pun turun dari tempat itu dan mangangkat tangan menyanjung ( suba ) kepada meraka berdua.
Mulai saat itu suami istri ini tinggal di kahyangan hingga di karuniayi seorang putra ( bungsu dari empat bersaudara) pada suatu hari mereka berdua barpamitan hendak turun kebumi, namun gagal karena putra mereka selalu menagis lalu kakeknya membujuknya dengan memberikan semua haknya, namun cucunya tetap saja menagis, lalu kakeknya berkata “ Wahai cucuku semua sudah aku serahkan, tapi kamu masih
menangis… apa yang kamu inginkan dariku… wahai cucuku yang tesayang ….? Sambil menangis cucunya menunjuk ke kepala kakeknya, dan sang kakekpun mengerti maksud cucunya dan melepaskan songkok tua dari kepalanya lalu pasangkan kekepala cucunya,lalu mereka bertiga kemudian bersama – sama turun ke bumi.
Anak yang turun dari kahyangan itu beliau adalah sultan ternate, dan mendapat kursi sebagai tempat duduknya. Dan songkok tua yang oleh kakeknya dipasangkan ke kepala cucunya, itu adalah STAMPAL (Mahkota) sultan ternate.

"SYUKUR DOFU-DOFU"







TARIAN TUJU PUTRI ADALAH TARIAN YANG MENGISAHKAN EMPAT(4) KESULTANAN DI MOLOKU KIE RAHA

Toma awal ma sosira, manunako kamo – kamo, i uci daku tara toma tufa,…..!!! se ma oras i maku mote- mote, sema ummat toma dunia ngamoi, una i ronga…………………...o mina kamo – kamo enage, si o bicara toma nyinga madaha “koa manunako e nage” si otagi tike waro, si gado toma oras rimoi o hado toma gunyihi rimoi si o hida…..!!! nonako kanang ge, nonako putri nga tumdi uci mahoda toma ake ……. O hida ana i mapasa ana napila amoi – amoi kara i sigiha toma ake ma uru, ….. toma oras enage, I nyinga magaraki mau oro pila enage, o mahiku se ana, o matoku se ana, o tagi ruku – ruku ika toma ana na pila , kara o oro pila enage kara o gasa, ohiku toma katu boba masoa, ana nga tumdi i  waro ua, si i mahoda  dogo i hohe se bicara kage ana i hame “manusia dunia ma bou si ana i bicara manusia dunia ma bou ne, seba raim se ngone ne….!? dogo ana i masigaro kodiho se ana ma gunyihi toma kahyangan, si ana jai – jai ika oro ana ngapila si i masarong….. putri majojo mapila malo toma gunyihi, si mina mo tike mo dahe ua, mina mo tike, si linga – linga se mi gari – gari mai mo dahe ua bato…. !? si mo sigado mina ma nyinga ma susah ge se mi io – io ngarura, ana i waje mina “ ngom mi hida ua” dogo ana i ma kurio tike, tike si doru – doru mai i dahe ua, dogo ana ngarura masigaro kodiho, ana i soro hado ngute – ngute ngalo moi raim ma, mai ana i sayang, se dudara, se gogoru ana na nongoru laku, ana i ma magoreho kukaro mina kodiho, mai mina si loa ana , mina mo waje “marua….!!! ngon tagi ma….!!! Ise demo ge ana i tagi, tagi mai i uci fere madofu walo ra ange, sababu i dudara nongoru ge laku, sido madodogu mo waje se mi io- io ge “ngon kodiho ma….!!! Si gado bato ngori demo ne se Baba, ngori to ko diho dadi ua…..!!! ri pila hira …..!!! toma kage ..lah ana ngarura i tagi gila – gila toma kahyangan.
Toma oras enage, ummat toma dunia ngamoi kanang ge, o hida manyiha mina mo matengo raim kara o masibai i rupa, o seba se mina, mongo mina mo adat, o baja mina, mina mo adat moju, o baja bato, sido mi nyinga mehe, kara mo nyiha una, se mo tarima,una ….. ana ngamdi ahu maku kadiara sado dahe ngofa ngarukange,
Manyira    : dadi kolano tidore
Magonora : dadi kolano jailol
Majojo      : dadi kolano bacan
            Toma oras rimoi, una o siboi susah se mina “ pas toma ngolo madaha dai ma nyao majang – majang ….!!! Fo dahe nyimo kasa….? Mina mo sango una “ nyimo bato si ma ngana ma susah ge…..!!! si mi oro mi hutu ma ngai rimoi, si mo gulaha dadi ka nyimo, toma oras rimoi adi, o masusah kodiho ……!? Toma sosolo dai ge, ma nyao madofu….!!! Mai fo coho se koa…? Mo garaki una na demo ge! Mo oro adi mina mi hutu ma ngai rimoi kara mo gulaha dadi ka ( toma kanang ne ena ma ronga jala ge), kara o oro jala ge o tagi jala nyao, una ma balisi, mina mo pol ngofa ngarukange , mo pula oho ana, rai kara mo hodo ana amoi – amoi manyira susira, sigado hado toma ma jojo sari mo hodo, mina mo hida pila ma gurumi toma ake madaha, simo garaki, mo jai – jai hodo ngofa ma jojo ge, pasa toma enage simoi kara mo ma sigoko mo oro mina ma pila toma katu bobo ma soa ge, kara mo ma sarong, rai kara mo masi kage, mai mo soro dadi ua, mo hoi pila ge kara mo oro manyan congo, kara mo fufu pila ge, mo sirika se si balaka pila toma manyan ma nyefo ge sado mo baso aku ma, …. Kara mo masarong, mo matika, mo soro i dadi ma, mai mo tagi hang, mo oro ngofa ma nyira mo sidego toma mari, ma gonora mo si dego toma genoti, ma jojo mo sidego toma age, kara mo waje se ngofa manyira “ kalu baba kodiho si ginado yaya….!? waje yaya kodiho raim ma….!!! Yaya tagi mote ne ie ne …..!!! dogo mina mo soro, mai mo uci fere ma dofu walo ra ange,  sababu ngofa ma jojo ari laku, mo sunyinga si mi nyinga haka laha ua, kara mo pol mina mi isu ma ibi , kara mo haka se ngofa manyira dogo mo waje, “ kalu nongoru ari..!!! no si oke una ….!!! Dogo Mina Mo tagi gila – gila koreho ru ua,
            Mina ma palisi, una mai kodiho, o hida ngofa ma yaya malo, si o ginado se ngofa manyira, si ngofa manyira sango ana ma Baba ge “ yaya waje … mina mo kodiho ma, yaya tagi mote kane ….!!! O garaki toma enage, o tano pila toma ena ma gunyihi hiku ge mai i malo raim, dogo una mai o ari, waje o tagi tike mina, una manyinga dahe ngofa ngarukange, si o pol ana kara o waje se manyira , nagana hida se jaga ngana nongoru laha – laha…!!! Baba tagi tike ngon ma yaya “dogo una sema gari – gari tagi wosa banga supu banga tike mina, sido toma oras rimoi, una makudero se goheba dopolo romdidi, (garuda), goheba ge ginado una, “ngana nyinga susah koa….? Una o sango se o si jarita simoi una na nyinga ma susah ge, si goheba ge waje una “ no pane se ngori dudu, mai no rufu lako, maha to waje fela, kara no fela, “ dogo una mai o mote simoi goheba na demo ge, sido o dahe sudo fela lako ge una o hado toma kahyangan raim,
Toma oras e nage raja toma kahyangan hame manusia dunia ma bou, raja sudo kabo se morinyo (pengawal) tike waro manusia dunia hado kane ma maksud koa, ….? Kabo se morinyo makudero se una si ginado, una o sango ana “ ngori tohado kane tike ri fuheka” kabo se morinyo sigado Una ngademo ge se raja, dogo raja waje “ Oe …. Una na fuheka sema kane mai sema syarat, kalu o gulaha dadi……!?
     “O dahe sudo si fara goroho se ake i mako capu, o gulaha dadi sababu nyao ma raja se ma bala rio una,  
O dahe sudo sifara dowong se futu i maku capu o golaha dadi sababu bifi ma raja se ma bala rio una
O dahe sudo adi toti hate waring pake pamara kara ena ma oras wange cako – cako hado    subuh awal hate ge I dike, o gulaha dadi, adi sababu bua ma raja se ma bala rio una.”
Susudo ge mai o gulaha tiyahi simoi ma…!? Raja kukaro una , raja waje una, “toma wange difutu ne…!?ngori to sikai ngana se ri ngofa….!?mai kalo no paha ngongoma  salah…..!!! ngana dero hukuman wele” o ise demo ge una ma nyinga susah si o ari, sababu o waro putri nga tumdi ge matero simoi, kama beda ua, ma gunaga matero, ma jaman mai matero, toma oras enage, toma nyinga susah madaha ge, sema gufu sang soro hado se una, si i ginado una “tofa ngana nyinga susah koa….!? Una o sango se o si jarita simoi una na nyinga ma susah se gufu sang ge, gufu sang waje una gori to mangaku rio ngana,….!!! Mai rai ngana no haka ngori koa….!?una o sango “bou saki – saki se bou ira – ira toma dunia ge ngana duwe simoi “gufu sang koreho waje una “oe…. !?  Kalu ngana no waje doka ge dadi….!? toma wange difutu, kalu ngana no hida ngori tosoro, to matera se nage …. !? enage… ma….!!!ngana fuheka.
 Hado toma oras wange difutu, tego izab Kabul pasa, una, ana kata singosa toma kamar, hado toma daha, una o hida ana nga tumdi tego fato – fato toma gunyihi madaha ma pakeang matero, ma gunaga matero, ma jaman mai matero, una o tai ana amoi- amoi toma dopolo hado hohu mai kama o nunako cabu kamai ua una na fuheka, garaki o masijako  O hida gufu sang ge i soro hado se ana, i matera se putri ma jojo, madodego pas kokonora, sababu gufu sang ge hame mina ma bou mata salah se ana ngarura, mina ma bou, bou ngofa hera moju, dogo una mai o ika se mina, o saka gia paha mina na ngongoma, ana ngarura mai i ma duduro uci toma gunyihi tede subah se ana ngamdi.
Ana ngamdi i tego toma kahyangan sido dahe ngofa nunau rimoi, sido hado maoras ana sari uci toma dunia, ngofa ge o ari, ma ete ge baja dano ge, mai o ari bato, sido Ete ge waje se madano ge “ madofu se madofu ne To serahkan se ngana simoi raim ma mai ngana no ari bato, rai no mau koa…. !/dogo  dano ge cum kufia mawaho se ma Ete madopolo ge kara Ete ge garaki si o hoi kufia ge, dogo o se teru se dano ge madopolo, dogo ana ngarukange mai uci toma dunia.

-         ngofa yang uci daku tara toma kahyangan ge, enagelah Kolano (sultan) Ternate, dogo dahe dodego Gursi
-          kufia ma waho yang ma Ete si teru se dano ma dopolo ge, enagelah STAMPAL( Mahkota) Sultan ternate


Demikian Lah Sejarah Singkat Empat  Sultan Di Moloku Kie Raha
MAKIAN DALAM BINGKAI SEJARAH MOLOKU KIE RAHA
Rasno Ahmad, S.Pd
Makian merupakan salah satu pulau yang berada dalam suatu bingkai keberagaman Moloku Kie Raha (Maluku Utara) Dalam perjalanan sejarah Moloku Kie Raha hampir nyaris terlupakan. Padahal pulau makian juga mempunyai peran terpenting dalam perjalanan sejarah kerajaan-kerajaan di Moloku kie raha salah satu kerajaan yang dimaksudkan ialah kerajaan Bacan.

Kita ketahui bersama bahwasanya awal mula kerajaan bacan berbeda dengan Ternate dan Tidore yang banyak menghiasi rekaman-rekaman kesejarahannya, Bacan tidak memiliki banyak catatan historis. Sebagaimana yang diungkapkan F. Valentjin, penulis Oud en Niew Oost Indien (vol.1b), tidak pernah menulis secara rinci mengenai kerajaan bacan dibandingkan ketika menulis tentang Ternate atau Tidore. Bahkan ilustrasi Valentjin tentang Makian dan Jailolo jauh lebih rinci daripada Bacan dalam buku tersebut. Selain itu pula diperkuat oleh tulisan-tulisan Coolhaas, tulisan P. van der Crab, De Moluksche Eilanden (Batavia, 1862), turut serta menyumbangkan ide dalam bahan ini.

Hal yang terpenting diketahui bahwa kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta disebabkan karena ancaman gunung berapi kie besi. Kebanyakan rakyat Bacan merupakan eksudus daripada orang-orang Makian yang ikut dalam evakuasi rajanya. Menurut perkiaraan, kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322 sebagaimana diberlangsungkannya pertemuan Moti (Konfederasi Moti verbond 1322).

Berangkat dari sebuah konsepsi diatas maka perlu kita semua ketahui bersama bahwa pulau makian pada masa kejayaan Moloku Kie Raha masih sangat popular dengan sebutan MARA. Sebagaimana tertuang dalam kata tamsilnya terdapat pada kalimat Totike, Todero, Mote, Mara dari kata-kata inilah dalam penyebutan masyarakat lokal yang berartikan pulau Ternate, Tidore, Moti dan Makian, makian yang terletak pada selatan jauh dalam bingkai Moloku kie raha dan berfungsi sebagai serambi Moloku Kie Raha. Catatan lain berindikasi kuat yang dapat dibuktikan dalam pepatah syairnya yaitu; Kie Raha Ma Fato-fato Masurabi Kie Mara legenda ini masih membekas hingga kini masih terdapat di fola raha kecamatan makian pulau.

Pulau makian bisa dikatakan hanyalah sebuah pulau kecil tetapi sesungguhnya dibalik pulau kecil ini terdapat kurang lebih enam buah puncak gunung masing-masing puncak Kie Besi, puncak gunung Sabale, puncak Pawate, gunung Mailoa, gunung Palapa, gunung Taperi memiliki karakteristik unik dan termasuk gunung aktif dalam pusaran dataran Halmahera.

Dalam sejarah lisan (Oral story) telah meninggalkan mitos atau legenda rakyat bahwa kepemimpinan awal pulau Makian disebut Soa Dio Tuan (marga yang tertua) mempunyai anak wanita bernama Putri Tunjung Maboro (tujuh buah butir telur) simbol kasih sayang. Pada masa itupun rakyat masih sedikit yang terbagi dalam tiga soan yaitu Soan Tenai, Soan Tate dan Soan Bangsa. Dengan perkembangannya ada seorang yang datang dari jauh, negeri Baghdad bernama Syeh Muhammad Arsyad pertama kali menginjakan kakinya dipantai yang disebut paka-paka yang ditandai dengan adanya pohon beringin ditepi laut oleh masyarakat Makian dikenal dengan sebutan Yayoan Daio (Tanjung beringin) yang terdapat di desa Ngofa Kiaha kecamatan Makian pulau.

Ulama ini memperkenalkan agama islam kepada masyarakat dan masyarakat pun menerima sesampai pula ulama ini pun menikah dengan putri penguasa setempat yang bernama Putri Tunjung Maboro, dari hasil pernikahannya mendapati empat keturunan masing-masing mereka diantaranya, putra pertama digelar dengan Seribu Masalah kemudian diangkat sebagai sultan pertama di Makian, kedua Pattih Simaun diangkat menjadi perdana menteri, ketiga Joki Lias diangkat menjadi Hukum Minangkabau dan keempat Jou Tanga Tengo menjadi kalem pertama di Kie Besi.

Dengan terbentuknya sistem pemerintahan yang kokoh keempat putera ini membentuk pemerintahan islam pertama yang dikenal dengan nama Soan Phot Lo Um Marsaoly (Empat marga besar yang dikepalai oleh Marsaoly) bekas peninggalan awal pada masa ini adalah Qur’an Tua, Selendang Yang Bertuliskan Dengan Tulisan Arab, Dua Buah Batu Permata, Sebuah Shopa Perak. Perjalanan estalase sejarah selanjutnya berdatangan dua orang saudagar asal arab yang bernama Syeh Yakub dan Hafel Basra tiba dipulau makian dengan melalui rute Ternate dan Tidore, kedatangan mereka untuk mencari leluhur yang pertama kali datang Syeh Muhammad Arsyad yang sudah meninggal dunia dan dikebumikan diatas puncak gunung Kie Besi selanjutnya mereka berdua pun menyebarkan islam di pulau ini.

Setelah mereka berdua diterima oleh penguasa saat itu lalu Pemerintahan wilayah dibagi menjadi dua bagian yaitu Makian Dalam dan Makian Luar juga disebut sebut wilayah Solimongo dan Kie Besi. Pemerintahan sebelumnya dikenal dengan penyebutan yaitu Soan Phot Lo Um Marsaoly kemudian dilengkapi oleh kedua ulama ini dengan penyebutan Um Phot Lo Um artinya Empat rumah Imam besar. Pada masa ini pulau Kie Besi sudah menjadi panggilan Taba yang dipopulerkan oleh kedua ulama ini Wilayah Makian Luar yang berbatasan antara Sabale dan Malapa.

Dalam perjanan sejarah lokal terbentuknya Moloku Kie Raha marga pulau ini memiliki peranan penting baik dalam strategi pertahanan, keamanan Angkatan Laut merupakan utusan terpercaya dalam kerajaan Moloku Kie Raha yang dikenal dengan sebutan Susaha Raha (Empat utusan terpercaya). Dalam armada angkatan laut pulau Mara terbagi kedalam ;

1.     PELERI, asal kata dari Pele Se Riri  negeri ini didiami oleh soa Marsaoly, Tomagola, Minangkabau dan Soa Jawa, utusan armada ini berhubungan dengan kerajaan Gapi di Ternate.

2.    MAILOA, asal kata dari Mai Siloa  wiayah armada ini berhubungan dengan utusan dari kesultanan Bacan.

3.    Armada TOFASOHO, utusan ini berhubungan dengan kesultanan Jailolo.

4.    NGOFA GITA, yang artinya Anak angkat armada ini berhubungan dengan kesultanan Tidore.       

Ekspedisi Susaha Raha mempunyai peran besar yang di pimpin oleh Sangaji Mayor atau Sangaji Ngofa kiaha dengan perahu kora-koranya berjumlah 12 (dua belas), adapun pusat armada Moloku Kie Raha berpusat pada pulau Maitara  yang merupakan pangkalan armada Susaha Raha yang berasal dari pulau Makian tersebut.

Sehingga terdapat legenda atau cerita rakyat bahwasanya Maitara berasal dari MARA-TARA (utusan-utusan armada telah datang) dengan penyebutan masyarakat lokal bahwa Kore sara lofo-lofo (Maitara) sedangkan Kore sara gudu-gudu yang berimplikasi pada (Makian) atau dalam penyebutan lain disebut dengan selatan dekat dan selatan jauh dalam bingkai Moloku Kie Raha.

Namun dalam sejarah perluasan wilayah taklukannya mencapai daerah Koreh, Timor Leste, Flores, Bima dan wilayah selatan Timur lainnya. Sedangkan pusat armada utara dekat atau Kore mie lofo-lofo  terdapat di Pulau Hiri sedangkan Utara jauh Kore mie gudu-gudu berpusat di Gam Konora. Armada Utara disebut Ao Raha (Empat daun pintu papan). Di pimpin oleh Sangaji Gam Konora dan dibantu oleh Jogugu Loloda. Wilayah taklukan armada ini melalui operasi badai Utara mencapai daerah sanger talaud, sebagian daerah Philipina Mindanau, Sulawesi dan Kalimantan.

Adapun Tekhnologi pembuatan armada ini pada masa itu biasanya dipesan didaerah Tobelo, Galela dan Kao yang terdapat di Halmahera Utara. Dalam konteks kekinian apa pun bentuknya Pulau Makian mempunyai Primadona sejarah yang unik dan meninggalkan jejak-jejak sejarah yang gemilang dalam bingkai peradaban Moloku Kie Raha (*).



 


            

                        MAHKOTA AGUNG
KESULTANAN TERNATE BERTUMBUH RAMBUT

Rasno Ahmad, S.Pd

                        
Sebagai kota Heri tage, Ternate memiliki karakteristik tersendiri sebagai kota tua di Maluku Utara. Kota tua ini memiliki lika liku perjalanan sejarah panjang  di Nusantara. sebab seusianya kurang lebih VII abad lebih 1250 sampai sekarang tentunya, memiliki peninggalan sejarah benda pusaka yang cukup banyak. Dalam berbagai situs yang mungkin sudah diteliti para sejarawan lokal dan pemerhati sejarah di nusantara pada masa kekinian.

Hal ini ditandai dengan berbagai peninggalan situs bersejarah berupa keraton kesultanan Ternate (1673), masjid sultan Ternate oleh masyarakat lokal disebut dengan (sigi lamo; 1679), serta Benteng-benteng peninggalan Portugis diantaranya; Benteng kastela (Nosa Senhora de Rosario), Benteng Orange, Beteng Tolluko, Benteng Kalamata, Benteng Kota Janji dan lain sebagainya sampai saat ini masih tetap berdiri kokoh yang kemudian di revitalisasikan oleh dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate.

Dengan kelika likuannya perjalanan primadona sejarah Ternate yang mendunia di nusantara ini, namun ada sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki dari tanah Moloku Kie Raha yang patut diangkat dan ketahui dunia sebagai pengembangan kebudayaan daerah tersebut. Hal serupa yang dimaksudkan adalah sebuah peninggalan mahkota agung kesultanan Ternate.

Tak banyak literature ataupun referensi yang menjelaskan tentang kapan dan dimana Mahkota ini berasal dan dibuat dengan begitu keunikan yang terdapat pada mahkota tersebut, namun menurut kepercayaan kalangan masyarakat lokal bahwa keberadaannya sudah sejak pemimpin pertama Kolano Cico alias Baab Masyhur Malamo (1250), hingga kini kepemimpinan ke 48 kesultanan (H. Mudaffar Sjah) Mahkota Agung ini pun masih baik dan di rawat oleh pihak kesultanan.
Fenomena ini sempat diteliti di Jakarta untuk tes DNA namun mengalami kekaburan, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti amerika serikat pun hanya sampai pada tataran menjelaskan jenis rambut ini bukan berasal dari manusia ataupun binatang serta  mahkota tersebut sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai uang. Menurut kalangan masyarakat tempatan bahwa rambut yang terus tumbuh pada mahkota kesultanan tersebut merupakan milik makhluk halus.

Adapun mitos cerita rakyat “Tujuh Putri” oleh masyarakat lokal yang mengisahkan awal mula terbentuknya kerajaan di Moloku Kie Raha dengan adanya keberadaan Mahkota tersebut.

Inilah kisahnya ……

Pada zaman dahulu kala, diketinggian langit nan biru, turunlah sekumpulan awan yang berwarna warni. Di saat yang sama dari kejahuan ada seorang umat dimuka bumi ini, yang bernama……… melihat kejadiaan itu dan berkata “ apa gerangan yang turun dari langit itu, tanda apa sebenarnya?” maka berjalanlah dia dan mencari tau tanda apa sebenarnya  hingga sampailah ditempat itu dan melihat, ternyata tanda itu adalah tanda tujuh putri turun dari kahyangan untuk mandi di air………… dia melihat ketujuh putri itu melepas sayapnya masing dan meletakanya di pinggir air, tergerak hatinya ingin mengambil salah satu sayap itu sambil menunduk dan melihat – lihat kesana – kemari, perlahan  - lahan dia menuju ketempat sayap itu dan mengambilnya, dan kemudian membawanya untuk disimpan.

Di saat yang sama, ketujuh putri yang sedang mandi itu mencium bau manusia dunia,  dan baunya semakin dekat” mereka pun bergerak dengan cepat dan dengan  tergesah – gesah untuk menuju sayap itu, dan mengambilnya lalu masing – masing memakainya, dan salah satu dari sayap itu tidak ada, ternyata sayap itu kepunyaan putri bungsu, karena kehilangan sayapnya dia berdiri dan mencarinya, sambil menangis dan berkeliling - keliling dia cari dan terus mencari, namun tidak juga ditemukan akhirnya dia sampaikan perihal kehilangan sayapnya kepada kakak – kakaknya, namun mereka berkata tidak melihat, dan mereka pun ikut mancarinya, mereka mencari kesana kemari, namun tidak ditemukan juga, lalu keenam putri itu terbang pulang, dan ketika sampai di tangga pertama mereka balik dan turun ke bumi . karena tidak tega maninggalkan adiknya sendirian mereka lalu memanggilnya pulang, namun adiknya berkata “sudah ……! Pulanglah…..!!!” mendengar jawaban itu, mereka pergi dan terbanglah keenam putri itu namun terlalu sayang dan cinta terhadap adiknya mereka naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya, adiknya berpesan kepada kakak – kakaknya “sampaikan pesanku ke ayahanda …….!!! Aku tak bisa pulang karena sayapku hilang….! Dan keenam kakanya itu pun pulang.

Pada saat itu, dari tempat persembunyianya, keluarlah dia dan mendekati putri yang tinggal sendirian itu, namun putri itu merajuk dan marah, dia membujuknya, putri  masih marah dia tetap membujukanya dan akhirnya putri itu pun bersedia dan mau menerimanya, mereka berdua hidup bersama – sama dan di karuniai tiga orang putra masing – masing.
Anak pertama  ; cikal bakal sultan Tidore
Anak kedua     : cikal bakal sultan Jailolo
Anak ketiga     : cikal bakal sulta bacan.

Pada suatu hari, sang suami berkata “ Didalam teluk dilaut sana ikannya banyak sekali” tapi mau tangkap dengan apa…!!! Mendengar itu, sang istri mengambil sehelai rambutnya lalu membuat jala, dan memberikan kepada suaminnya untuk pergi menangkap ikan, setelah kepergian suaminya, sang ibu memberi makan kepada ketiga putra – putranya, lalu kemudian mandikan putra – putranya satu persatu, dan terakhir mau memandikan putranya yang ketiga, dia melihat bayangan sayapnya, dalam air mandi itu,

Lalu cepat – cepat dia memandikan putra ketiganya, dan setelah selesai, sang ibu naik ke atap rumah lalu mengambilnya, karena memang oleh suaminya, sayap itu di sisipkan di atap rumah,  setelah megambilnya, dia turun dan memakainya, lalu mencoba untuk terbang, namun gagal, kemudian dilepaskan sayap itu, lalu mengambil kemenyan dan membakarnya, kemudian dengan tangannya sendiri, mengambil sayap itu dan meletakan di atas kemenyan yang telah terbakar dan mengeluarkan asap itu,dia mebolak – balik sayap itu, demi menghidupkan kembali sayapnya, dan setelah selesai dia mamakainya lalu mencoba lagi untuk terbang….dan berhasil…..namun sang ibu belum pergi, dia memanggil putra – putranya dan memberikan kedudukanya masing – masing.

Putra pertama atau cikal bakal Sultan Tidore: mendapat tempat duduk batu Putra kedua atau cikal bakal Sultan Jailolo: mendapat temapat duduk ginoti(kayu hanyut) Putra ketiga atau cikkal bakal Sultan Bacan: mendapat tempat duduk age(potongan pohon yang masih tersisah ditanah) Lalu sang ibu berpesan” kkalau ayah kalian pulang dan mananyakan tentang ibu, katakan kepadannya …..!!! ibu sudah pulang…… ibu pergi lewat sini (sambil menunjuk ke atas) lalu sang ibu pun terbang, karena tidak tega melihat putra ketiganya terlalu menangis sampai sang ibu naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya ditampunglah air susunya lalu diberikan kepada putra yang tertua, dan berpesan “kalau adikmu menagis….! Berikan air susu ini kepadanya…….!!!” Dan terbanglah sang ibu kemudian menuju kahyangan.

Jelang beberapa saat kemudian, pulanglah sang ayah, karena tidak melihat ibu dari putra – putranya, sang ayah pun bertanya kepada putra yang tertua “ ibu dimana…..!!!” putranya menjawab “ibu bilang …..!!! ibu telah pulang….ibu pergi lewat sini(sambil menunjuk ke atas) mendengar jawaban itu langsung menuju ketempat dimana sayap itu disimpan dan melihat ternyata sayap itu sudah tidak ada di tempatnya, maka menangislah dia, karena dia tau istrinya benar – benar telah pergi,kemudian sang ayah berpesan kepada putra yang tertua”jagalah adik-adikmu ayah pergi mencari ibu kalian sambil menangis, pergilah dia mencari sang istri tercinta, dia berjalan masuk keluar hutan, dan pada suatu saat dia bertemu dengan seekor burung “GOHEBA” (burung garuda) ketika melihat dia menangis, sang goheba pun bertanya “ Apa gerangan yang kamu sedihkan…..? sambil menangis dia mengisahkan perihal kesedihan hatinya,  dan goheba itupun bersedia mambantunya, lalu berkata kepadanya “Naiklah kepenggungku dan pejamkan matamu” dia pun turuti semua perintah itu, lalu goheba itu pun terbang, beberapa saat kemudian, dia pun memebuka matanya, setelah mendapat perintah dari gaheba, dan saat itu dia sudah berada di kahyangan.

Pada saat itu di kahyangan, raja kahyangan mencium bau manusia dunia, raja perintahkan kepada kedua pengawalnya (KABO SE MORINYO) untuk mengecek keberadaan manusia dunia itu, setelah bertemu bartanyalah kedua pengawal itu dan dia pun manjawab “aku datang untuk mencari istri ku …..!!!” dan pagawal itu pun menyampaikan hal ihwal itu kepada raja, dan raja pun berkata “memang istrinya berada di sini, namun ada saratnya: dia ditugaskan untuk megerjakan tiga persyaratan dan harus selesai tepat waktu.
Pertama        : pisahkan campuran air dengan minyak
Kedua          : pilih dan pisahkan pasir dengan futu (sejenis makanan yanh    halus dan berwarna putih).
Ketiga           : tebang pohon beringin dengan pamarah (sejenis pisau cukur zaman dahulu).
Ketiga persyaratan itu berhasil di laluinya atas bantuan:
Raja ikan untuk persyaratan pertama
Raja semut untuk persyaratan kedua
Raja bua ( semut putih) untuk persyaratan ketiga

Setelah selasai, dia pun di panggil mengahadap raja, rajapun berkata “nanti besok kamu akan saya nikahkan dengan anak saya, namun kalau kamu salah menunjuk istri kamu, hukumannya di gantung dia mendengar semua itu, hatinya sangat sedih dan untuk kesekian kalinya dia manangis lagi, dalam kesedihan dan kedukaan hatinya tiba – tiba seekor lalat hijau (gufu sang) terbang lalu bertanya kepadanya: tofa ngana nyinga susah koa…?(tofa apa gerangan yang kamu sedihkan ?)sambil menangis dia mengisahkan apa yang dialaminya,karena dia tahu persis ketujuh putri itu wajahnya mirip semua tidak ada bedanya,dan lalat itupun bersedia membantunya dengan imbalan,bau busuk dan bau enak dimuka bumi ini semua untuknya,dan lalat itupun berkata lagi”kalau begitu jadi…!!

Nanti besok kalau kamu melihatku hinggap diputri mana, itulah istrimu..!!dan besoknya setelah selesai acara izab Kabul ,dia lalu diantar masuk ke kamar,setibanya di kamar,dia melihat ketujuh putri itu duduk sangat teratur ditempatnya,dengan berpakaian yang sama, semuanya sangat mirip satu sama lainnya baik wajah maupun perawakannya,dia bingung, dia sama sekali tidak mengenal sedikitpun istrinya,dalam kebinggungannya tiba – tiba dia melihat lalat hijau itu terbang mendekati putri – putri itu dan akhirnya lalat itu dengan mudah dapat mengenalinya, hanya dari bau badan yang berbeda dengan putri lainya, karena bau yang khas sebagai seorang perempuan yang tengah menyusui, dan lalat itu pun meghinggapi salah satu putri yang berkedudukan di tengah diantara keenam kakak – kakaknya, dan pada saat yang bersamaan dia langsung mengenal istrinya dan bergegas maju lalu meletakan tangan di atas kepala (ubun – ubun) istrinya, dan keenam kakak – kakaknya itu pun turun dari tempat itu dan mangangkat tangan menyanjung ( suba ) kepada meraka berdua.

Mulai saat itu suami istri ini tinggal di kahyangan hingga di karuniayi seorang putra ( bungsu dari empat bersaudara) pada suatu hari mereka berdua barpamitan hendak turun kebumi, namun gagal karena putra mereka selalu menagis lalu kakeknya membujuknya dengan memberikan semua haknya, namun cucunya tetap saja menagis, lalu kakeknya berkata “ Wahai cucuku semua sudah aku serahkan, tapi kamu masih menangis… apa yang kamu inginkan dariku… wahai cucuku yang tesayang ….? Sambil menangis cucunya menunjuk ke kepala kakeknya, dan sang kakekpun mengerti maksud cucunya dan melepaskan songkok tua dari kepalanya lalu pasangkan kekepala cucunya,lalu mereka bertiga kemudian bersama – sama turun ke bumi.

Anak yang turun dari kahyangan itu beliau adalah sultan ternate, dan mendapat kursi sebagai tempat duduknya. Dan songkok/peci tua yang oleh kakeknya dipasangkan ke kepala cucunya, itu adalah STAMPA (Mahkota) sultan ternate.

Berangkat dari mitos cerita rakyat diatas ialah merupakan suatu kekuatan sejarah sebagaimana di utarakan Kuntowijoyo bahwa untuk mengkaji sebuah sejarah maka mitoslah sebagai kekuatan sejarah. hingga kini masyarakat Ternate menyebut Mahkota dengan bahasa daerah setempat ialah Stampa. Dengan keunikan Mahkota Sultan Ternate merupakan salah satu peninggalan sejarah yang tidak saja ditumbuhi rambut namun dihiasi dengan beberapa batu alam dan perhiasan dengan nilai tinggi seperti; emas, perak, perunggu, permata, intan, batu akik safir dan zamrud.

Hingga kini Mahkota tersebut sangat di sakralkan oleh masyarakat Ternate dan menjadi tradisi besar yakni acara memotong rambut Mahkota tersebut, yang biasanya dilakukan upacara adat pada setiap menjelang hari raya idul adha bersama pencucian benda pusaka lainnya. Mahkota ini dipakai oleh Sultan pada prosesi pelantikan dan ritual atau acara adat tertentu saja. Sampai sekarang Mahkota ini disimpan di tempat yang khusus oleh masyarakat Ternate disebut dengan kamar puji yang terdapat dalam keraton serta sepotong kayu khusus untuk meletakan Mahkota kayu itu oleh masyarakat Ternate disebut Qalbu.

 Dengan keunikan Mahkota Agung ini terdapat berbagai macam perhiasan diantara;
1.     Bulan sabit yang ditata dengan 17 (tujuh belas) permata dan 26 (dua puluh enam) batu permata dari Ceylon/Srilanka.
2.    2 (dua) Dahengora dari emas yang masing-masing Dahengora ditata dengan 6 (enam) intan dari Ceylon/Srilanka.
3.    7 (tujuh) bintang ditata dengan permata (intan).
4.    Kembang matahari bertata permata (intan).
5.    1 (satu) anting-anting besar permata (intan).
6.    12 (dua belas) anting-anting bertata 60 (enam puluh) Intan
7.    Sebuah batu permata merah berbentuk bulat besar.
8.    2 (dua) permata topaz.
9.    80 (delapan puluh) batu permata.
10.  Sebuah kalung emas berbentuk kipas yang sambung menyambung.
11.   Sebuah kalung emas berbentuk buah belimbing yang sambung menyambung.
12.  Sebuah kalung emas yang tertata 24 (dua puluh empat) intan.
13.  Sebuah kalung emas dari Makassar.

Begitu banyak perhiasan yang menghiasi Mahkota tersebut oleh masyarakat Ternate bahwa dari sekian banyak perhiasan yang terdapat pada Mahkota melambangkan banyaknya harta Karun yang terdapat di tanah Moloku Kie Raha. Dengan kesakralannya Mahkota Agung ini mempunyai andil besar juga dalam menentukan siapa penerus tahta (kepemimpinan) Sultan selanjutnya (*).


Sebagai kota Heri tage, Ternate memiliki karakteristik tersendiri sebagai kota tua di Maluku Utara. Kota tua ini memiliki lika liku perjalanan sejarah panjang  di Nusantara. sebab seusianya kurang lebih VII abad lebih 1250 sampai sekarang tentunya, memiliki peninggalan sejarah benda pusaka yang cukup banyak. Dalam berbagai situs yang mungkin sudah diteliti para sejarawan lokal dan pemerhati sejarah di nusantara pada masa kekinian.

Hal ini ditandai dengan berbagai peninggalan situs bersejarah berupa keraton kesultanan Ternate (1673), masjid sultan Ternate oleh masyarakat lokal disebut dengan (sigi lamo; 1679), serta Benteng-benteng peninggalan Portugis diantaranya; Benteng kastela (Nosa Senhora de Rosario), Benteng Orange, Beteng Tolluko, Benteng Kalamata, Benteng Kota Janji dan lain sebagainya sampai saat ini masih tetap berdiri kokoh yang kemudian di revitalisasikan oleh dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate.

Dengan kelika likuannya perjalanan primadona sejarah Ternate yang mendunia di nusantara ini, namun ada sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki dari tanah Moloku Kie Raha yang patut diangkat dan ketahui dunia sebagai pengembangan kebudayaan daerah tersebut. Hal serupa yang dimaksudkan adalah sebuah peninggalan mahkota agung kesultanan Ternate.

Tak banyak literature ataupun referensi yang menjelaskan tentang kapan dan dimana Mahkota ini berasal dan dibuat dengan begitu keunikan yang terdapat pada mahkota tersebut, namun menurut kepercayaan kalangan masyarakat lokal bahwa keberadaannya sudah sejak pemimpin pertama Kolano Cico alias Baab Masyhur Malamo (1250), hingga kini kepemimpinan ke 48 kesultanan (H. Mudaffar Sjah) Mahkota Agung ini pun masih baik dan di rawat oleh pihak kesultanan.
Fenomena ini sempat diteliti di Jakarta untuk tes DNA namun mengalami kekaburan, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti amerika serikat pun hanya sampai pada tataran menjelaskan jenis rambut ini bukan berasal dari manusia ataupun binatang serta  mahkota tersebut sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai uang. Menurut kalangan masyarakat tempatan bahwa rambut yang terus tumbuh pada mahkota kesultanan tersebut merupakan milik makhluk halus.

Adapun mitos cerita rakyat “Tujuh Putri” oleh masyarakat lokal yang mengisahkan awal mula terbentuknya kerajaan di Moloku Kie Raha dengan adanya keberadaan Mahkota tersebut.

Inilah kisahnya ……

Pada zaman dahulu kala, diketinggian langit nan biru, turunlah sekumpulan awan yang berwarna warni. Di saat yang sama dari kejahuan ada seorang umat dimuka bumi ini, yang bernama……… melihat kejadiaan itu dan berkata “ apa gerangan yang turun dari langit itu, tanda apa sebenarnya?” maka berjalanlah dia dan mencari tau tanda apa sebenarnya  hingga sampailah ditempat itu dan melihat, ternyata tanda itu adalah tanda tujuh putri turun dari kahyangan untuk mandi di air………… dia melihat ketujuh putri itu melepas sayapnya masing dan meletakanya di pinggir air, tergerak hatinya ingin mengambil salah satu sayap itu sambil menunduk dan melihat – lihat kesana – kemari, perlahan  - lahan dia menuju ketempat sayap itu dan mengambilnya, dan kemudian membawanya untuk disimpan.

Di saat yang sama, ketujuh putri yang sedang mandi itu mencium bau manusia dunia,  dan baunya semakin dekat” mereka pun bergerak dengan cepat dan dengan  tergesah – gesah untuk menuju sayap itu, dan mengambilnya lalu masing – masing memakainya, dan salah satu dari sayap itu tidak ada, ternyata sayap itu kepunyaan putri bungsu, karena kehilangan sayapnya dia berdiri dan mencarinya, sambil menangis dan berkeliling - keliling dia cari dan terus mencari, namun tidak juga ditemukan akhirnya dia sampaikan perihal kehilangan sayapnya kepada kakak – kakaknya, namun mereka berkata tidak melihat, dan mereka pun ikut mancarinya, mereka mencari kesana kemari, namun tidak ditemukan juga, lalu keenam putri itu terbang pulang, dan ketika sampai di tangga pertama mereka balik dan turun ke bumi . karena tidak tega maninggalkan adiknya sendirian mereka lalu memanggilnya pulang, namun adiknya berkata “sudah ……! Pulanglah…..!!!” mendengar jawaban itu, mereka pergi dan terbanglah keenam putri itu namun terlalu sayang dan cinta terhadap adiknya mereka naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya, adiknya berpesan kepada kakak – kakaknya “sampaikan pesanku ke ayahanda …….!!! Aku tak bisa pulang karena sayapku hilang….! Dan keenam kakanya itu pun pulang.

Pada saat itu, dari tempat persembunyianya, keluarlah dia dan mendekati putri yang tinggal sendirian itu, namun putri itu merajuk dan marah, dia membujuknya, putri  masih marah dia tetap membujukanya dan akhirnya putri itu pun bersedia dan mau menerimanya, mereka berdua hidup bersama – sama dan di karuniai tiga orang putra masing – masing.
Anak pertama  ; cikal bakal sultan Tidore
Anak kedua     : cikal bakal sultan Jailolo
Anak ketiga     : cikal bakal sulta bacan.

Pada suatu hari, sang suami berkata “ Didalam teluk dilaut sana ikannya banyak sekali” tapi mau tangkap dengan apa…!!! Mendengar itu, sang istri mengambil sehelai rambutnya lalu membuat jala, dan memberikan kepada suaminnya untuk pergi menangkap ikan, setelah kepergian suaminya, sang ibu memberi makan kepada ketiga putra – putranya, lalu kemudian mandikan putra – putranya satu persatu, dan terakhir mau memandikan putranya yang ketiga, dia melihat bayangan sayapnya, dalam air mandi itu,

Lalu cepat – cepat dia memandikan putra ketiganya, dan setelah selesai, sang ibu naik ke atap rumah lalu mengambilnya, karena memang oleh suaminya, sayap itu di sisipkan di atap rumah,  setelah megambilnya, dia turun dan memakainya, lalu mencoba untuk terbang, namun gagal, kemudian dilepaskan sayap itu, lalu mengambil kemenyan dan membakarnya, kemudian dengan tangannya sendiri, mengambil sayap itu dan meletakan di atas kemenyan yang telah terbakar dan mengeluarkan asap itu,dia mebolak – balik sayap itu, demi menghidupkan kembali sayapnya, dan setelah selesai dia mamakainya lalu mencoba lagi untuk terbang….dan berhasil…..namun sang ibu belum pergi, dia memanggil putra – putranya dan memberikan kedudukanya masing – masing.

Putra pertama atau cikal bakal Sultan Tidore: mendapat tempat duduk batu Putra kedua atau cikal bakal Sultan Jailolo: mendapat temapat duduk ginoti(kayu hanyut) Putra ketiga atau cikkal bakal Sultan Bacan: mendapat tempat duduk age(potongan pohon yang masih tersisah ditanah) Lalu sang ibu berpesan” kkalau ayah kalian pulang dan mananyakan tentang ibu, katakan kepadannya …..!!! ibu sudah pulang…… ibu pergi lewat sini (sambil menunjuk ke atas) lalu sang ibu pun terbang, karena tidak tega melihat putra ketiganya terlalu menangis sampai sang ibu naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya ditampunglah air susunya lalu diberikan kepada putra yang tertua, dan berpesan “kalau adikmu menagis….! Berikan air susu ini kepadanya…….!!!” Dan terbanglah sang ibu kemudian menuju kahyangan.

Jelang beberapa saat kemudian, pulanglah sang ayah, karena tidak melihat ibu dari putra – putranya, sang ayah pun bertanya kepada putra yang tertua “ ibu dimana…..!!!” putranya menjawab “ibu bilang …..!!! ibu telah pulang….ibu pergi lewat sini(sambil menunjuk ke atas) mendengar jawaban itu langsung menuju ketempat dimana sayap itu disimpan dan melihat ternyata sayap itu sudah tidak ada di tempatnya, maka menangislah dia, karena dia tau istrinya benar – benar telah pergi,kemudian sang ayah berpesan kepada putra yang tertua”jagalah adik-adikmu ayah pergi mencari ibu kalian sambil menangis, pergilah dia mencari sang istri tercinta, dia berjalan masuk keluar hutan, dan pada suatu saat dia bertemu dengan seekor burung “GOHEBA” (burung garuda) ketika melihat dia menangis, sang goheba pun bertanya “ Apa gerangan yang kamu sedihkan…..? sambil menangis dia mengisahkan perihal kesedihan hatinya,  dan goheba itupun bersedia mambantunya, lalu berkata kepadanya “Naiklah kepenggungku dan pejamkan matamu” dia pun turuti semua perintah itu, lalu goheba itu pun terbang, beberapa saat kemudian, dia pun memebuka matanya, setelah mendapat perintah dari gaheba, dan saat itu dia sudah berada di kahyangan.

Pada saat itu di kahyangan, raja kahyangan mencium bau manusia dunia, raja perintahkan kepada kedua pengawalnya (KABO SE MORINYO) untuk mengecek keberadaan manusia dunia itu, setelah bertemu bartanyalah kedua pengawal itu dan dia pun manjawab “aku datang untuk mencari istri ku …..!!!” dan pagawal itu pun menyampaikan hal ihwal itu kepada raja, dan raja pun berkata “memang istrinya berada di sini, namun ada saratnya: dia ditugaskan untuk megerjakan tiga persyaratan dan harus selesai tepat waktu.
Pertama        : pisahkan campuran air dengan minyak
Kedua          : pilih dan pisahkan pasir dengan futu (sejenis makanan yanh    halus dan berwarna putih).
Ketiga           : tebang pohon beringin dengan pamarah (sejenis pisau cukur zaman dahulu).
Ketiga persyaratan itu berhasil di laluinya atas bantuan:
Raja ikan untuk persyaratan pertama
Raja semut untuk persyaratan kedua
Raja bua ( semut putih) untuk persyaratan ketiga

Setelah selasai, dia pun di panggil mengahadap raja, rajapun berkata “nanti besok kamu akan saya nikahkan dengan anak saya, namun kalau kamu salah menunjuk istri kamu, hukumannya di gantung dia mendengar semua itu, hatinya sangat sedih dan untuk kesekian kalinya dia manangis lagi, dalam kesedihan dan kedukaan hatinya tiba – tiba seekor lalat hijau (gufu sang) terbang lalu bertanya kepadanya: tofa ngana nyinga susah koa…?(tofa apa gerangan yang kamu sedihkan ?)sambil menangis dia mengisahkan apa yang dialaminya,karena dia tahu persis ketujuh putri itu wajahnya mirip semua tidak ada bedanya,dan lalat itupun bersedia membantunya dengan imbalan,bau busuk dan bau enak dimuka bumi ini semua untuknya,dan lalat itupun berkata lagi”kalau begitu jadi…!!

Nanti besok kalau kamu melihatku hinggap diputri mana, itulah istrimu..!!dan besoknya setelah selesai acara izab Kabul ,dia lalu diantar masuk ke kamar,setibanya di kamar,dia melihat ketujuh putri itu duduk sangat teratur ditempatnya,dengan berpakaian yang sama, semuanya sangat mirip satu sama lainnya baik wajah maupun perawakannya,dia bingung, dia sama sekali tidak mengenal sedikitpun istrinya,dalam kebinggungannya tiba – tiba dia melihat lalat hijau itu terbang mendekati putri – putri itu dan akhirnya lalat itu dengan mudah dapat mengenalinya, hanya dari bau badan yang berbeda dengan putri lainya, karena bau yang khas sebagai seorang perempuan yang tengah menyusui, dan lalat itu pun meghinggapi salah satu putri yang berkedudukan di tengah diantara keenam kakak – kakaknya, dan pada saat yang bersamaan dia langsung mengenal istrinya dan bergegas maju lalu meletakan tangan di atas kepala (ubun – ubun) istrinya, dan keenam kakak – kakaknya itu pun turun dari tempat itu dan mangangkat tangan menyanjung ( suba ) kepada meraka berdua.

Mulai saat itu suami istri ini tinggal di kahyangan hingga di karuniayi seorang putra ( bungsu dari empat bersaudara) pada suatu hari mereka berdua barpamitan hendak turun kebumi, namun gagal karena putra mereka selalu menagis lalu kakeknya membujuknya dengan memberikan semua haknya, namun cucunya tetap saja menagis, lalu kakeknya berkata “ Wahai cucuku semua sudah aku serahkan, tapi kamu masih menangis… apa yang kamu inginkan dariku… wahai cucuku yang tesayang ….? Sambil menangis cucunya menunjuk ke kepala kakeknya, dan sang kakekpun mengerti maksud cucunya dan melepaskan songkok tua dari kepalanya lalu pasangkan kekepala cucunya,lalu mereka bertiga kemudian bersama – sama turun ke bumi.

Anak yang turun dari kahyangan itu beliau adalah sultan ternate, dan mendapat kursi sebagai tempat duduknya. Dan songkok/peci tua yang oleh kakeknya dipasangkan ke kepala cucunya, itu adalah STAMPA (Mahkota) sultan ternate.

Berangkat dari mitos cerita rakyat diatas ialah merupakan suatu kekuatan sejarah sebagaimana di utarakan Kuntowijoyo bahwa untuk mengkaji sebuah sejarah maka mitoslah sebagai kekuatan sejarah. hingga kini masyarakat Ternate menyebut Mahkota dengan bahasa daerah setempat ialah Stampa. Dengan keunikan Mahkota Sultan Ternate merupakan salah satu peninggalan sejarah yang tidak saja ditumbuhi rambut namun dihiasi dengan beberapa batu alam dan perhiasan dengan nilai tinggi seperti; emas, perak, perunggu, permata, intan, batu akik safir dan zamrud.

Hingga kini Mahkota tersebut sangat di sakralkan oleh masyarakat Ternate dan menjadi tradisi besar yakni acara memotong rambut Mahkota tersebut, yang biasanya dilakukan upacara adat pada setiap menjelang hari raya idul adha bersama pencucian benda pusaka lainnya. Mahkota ini dipakai oleh Sultan pada prosesi pelantikan dan ritual atau acara adat tertentu saja. Sampai sekarang Mahkota ini disimpan di tempat yang khusus oleh masyarakat Ternate disebut dengan kamar puji yang terdapat dalam keraton serta sepotong kayu khusus untuk meletakan Mahkota kayu itu oleh masyarakat Ternate disebut Qalbu.

 Dengan keunikan Mahkota Agung ini terdapat berbagai macam perhiasan diantara;
1.     Bulan sabit yang ditata dengan 17 (tujuh belas) permata dan 26 (dua puluh enam) batu permata dari Ceylon/Srilanka.
2.    2 (dua) Dahengora dari emas yang masing-masing Dahengora ditata dengan 6 (enam) intan dari Ceylon/Srilanka.
3.    7 (tujuh) bintang ditata dengan permata (intan).
4.    Kembang matahari bertata permata (intan).
5.    1 (satu) anting-anting besar permata (intan).
6.    12 (dua belas) anting-anting bertata 60 (enam puluh) Intan
7.    Sebuah batu permata merah berbentuk bulat besar.
8.    2 (dua) permata topaz.
9.    80 (delapan puluh) batu permata.
10.  Sebuah kalung emas berbentuk kipas yang sambung menyambung.
11.   Sebuah kalung emas berbentuk buah belimbing yang sambung menyambung.
12.  Sebuah kalung emas yang tertata 24 (dua puluh empat) intan.
13.  Sebuah kalung emas dari Makassar.

Begitu banyak perhiasan yang menghiasi Mahkota tersebut oleh masyarakat Ternate bahwa dari sekian banyak perhiasan yang terdapat pada Mahkota melambangkan banyaknya harta Karun yang terdapat di tanah Moloku Kie Raha. Dengan kesakralannya Mahkota Agung ini mempunyai andil besar juga dalam menentukan siapa penerus tahta (kepemimpinan) Sultan selanjutnya (*).