Rabu, 17 Agustus 2016


                        MAHKOTA AGUNG
KESULTANAN TERNATE BERTUMBUH RAMBUT

Rasno Ahmad, S.Pd

                        
Sebagai kota Heri tage, Ternate memiliki karakteristik tersendiri sebagai kota tua di Maluku Utara. Kota tua ini memiliki lika liku perjalanan sejarah panjang  di Nusantara. sebab seusianya kurang lebih VII abad lebih 1250 sampai sekarang tentunya, memiliki peninggalan sejarah benda pusaka yang cukup banyak. Dalam berbagai situs yang mungkin sudah diteliti para sejarawan lokal dan pemerhati sejarah di nusantara pada masa kekinian.

Hal ini ditandai dengan berbagai peninggalan situs bersejarah berupa keraton kesultanan Ternate (1673), masjid sultan Ternate oleh masyarakat lokal disebut dengan (sigi lamo; 1679), serta Benteng-benteng peninggalan Portugis diantaranya; Benteng kastela (Nosa Senhora de Rosario), Benteng Orange, Beteng Tolluko, Benteng Kalamata, Benteng Kota Janji dan lain sebagainya sampai saat ini masih tetap berdiri kokoh yang kemudian di revitalisasikan oleh dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate.

Dengan kelika likuannya perjalanan primadona sejarah Ternate yang mendunia di nusantara ini, namun ada sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki dari tanah Moloku Kie Raha yang patut diangkat dan ketahui dunia sebagai pengembangan kebudayaan daerah tersebut. Hal serupa yang dimaksudkan adalah sebuah peninggalan mahkota agung kesultanan Ternate.

Tak banyak literature ataupun referensi yang menjelaskan tentang kapan dan dimana Mahkota ini berasal dan dibuat dengan begitu keunikan yang terdapat pada mahkota tersebut, namun menurut kepercayaan kalangan masyarakat lokal bahwa keberadaannya sudah sejak pemimpin pertama Kolano Cico alias Baab Masyhur Malamo (1250), hingga kini kepemimpinan ke 48 kesultanan (H. Mudaffar Sjah) Mahkota Agung ini pun masih baik dan di rawat oleh pihak kesultanan.
Fenomena ini sempat diteliti di Jakarta untuk tes DNA namun mengalami kekaburan, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti amerika serikat pun hanya sampai pada tataran menjelaskan jenis rambut ini bukan berasal dari manusia ataupun binatang serta  mahkota tersebut sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai uang. Menurut kalangan masyarakat tempatan bahwa rambut yang terus tumbuh pada mahkota kesultanan tersebut merupakan milik makhluk halus.

Adapun mitos cerita rakyat “Tujuh Putri” oleh masyarakat lokal yang mengisahkan awal mula terbentuknya kerajaan di Moloku Kie Raha dengan adanya keberadaan Mahkota tersebut.

Inilah kisahnya ……

Pada zaman dahulu kala, diketinggian langit nan biru, turunlah sekumpulan awan yang berwarna warni. Di saat yang sama dari kejahuan ada seorang umat dimuka bumi ini, yang bernama……… melihat kejadiaan itu dan berkata “ apa gerangan yang turun dari langit itu, tanda apa sebenarnya?” maka berjalanlah dia dan mencari tau tanda apa sebenarnya  hingga sampailah ditempat itu dan melihat, ternyata tanda itu adalah tanda tujuh putri turun dari kahyangan untuk mandi di air………… dia melihat ketujuh putri itu melepas sayapnya masing dan meletakanya di pinggir air, tergerak hatinya ingin mengambil salah satu sayap itu sambil menunduk dan melihat – lihat kesana – kemari, perlahan  - lahan dia menuju ketempat sayap itu dan mengambilnya, dan kemudian membawanya untuk disimpan.

Di saat yang sama, ketujuh putri yang sedang mandi itu mencium bau manusia dunia,  dan baunya semakin dekat” mereka pun bergerak dengan cepat dan dengan  tergesah – gesah untuk menuju sayap itu, dan mengambilnya lalu masing – masing memakainya, dan salah satu dari sayap itu tidak ada, ternyata sayap itu kepunyaan putri bungsu, karena kehilangan sayapnya dia berdiri dan mencarinya, sambil menangis dan berkeliling - keliling dia cari dan terus mencari, namun tidak juga ditemukan akhirnya dia sampaikan perihal kehilangan sayapnya kepada kakak – kakaknya, namun mereka berkata tidak melihat, dan mereka pun ikut mancarinya, mereka mencari kesana kemari, namun tidak ditemukan juga, lalu keenam putri itu terbang pulang, dan ketika sampai di tangga pertama mereka balik dan turun ke bumi . karena tidak tega maninggalkan adiknya sendirian mereka lalu memanggilnya pulang, namun adiknya berkata “sudah ……! Pulanglah…..!!!” mendengar jawaban itu, mereka pergi dan terbanglah keenam putri itu namun terlalu sayang dan cinta terhadap adiknya mereka naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya, adiknya berpesan kepada kakak – kakaknya “sampaikan pesanku ke ayahanda …….!!! Aku tak bisa pulang karena sayapku hilang….! Dan keenam kakanya itu pun pulang.

Pada saat itu, dari tempat persembunyianya, keluarlah dia dan mendekati putri yang tinggal sendirian itu, namun putri itu merajuk dan marah, dia membujuknya, putri  masih marah dia tetap membujukanya dan akhirnya putri itu pun bersedia dan mau menerimanya, mereka berdua hidup bersama – sama dan di karuniai tiga orang putra masing – masing.
Anak pertama  ; cikal bakal sultan Tidore
Anak kedua     : cikal bakal sultan Jailolo
Anak ketiga     : cikal bakal sulta bacan.

Pada suatu hari, sang suami berkata “ Didalam teluk dilaut sana ikannya banyak sekali” tapi mau tangkap dengan apa…!!! Mendengar itu, sang istri mengambil sehelai rambutnya lalu membuat jala, dan memberikan kepada suaminnya untuk pergi menangkap ikan, setelah kepergian suaminya, sang ibu memberi makan kepada ketiga putra – putranya, lalu kemudian mandikan putra – putranya satu persatu, dan terakhir mau memandikan putranya yang ketiga, dia melihat bayangan sayapnya, dalam air mandi itu,

Lalu cepat – cepat dia memandikan putra ketiganya, dan setelah selesai, sang ibu naik ke atap rumah lalu mengambilnya, karena memang oleh suaminya, sayap itu di sisipkan di atap rumah,  setelah megambilnya, dia turun dan memakainya, lalu mencoba untuk terbang, namun gagal, kemudian dilepaskan sayap itu, lalu mengambil kemenyan dan membakarnya, kemudian dengan tangannya sendiri, mengambil sayap itu dan meletakan di atas kemenyan yang telah terbakar dan mengeluarkan asap itu,dia mebolak – balik sayap itu, demi menghidupkan kembali sayapnya, dan setelah selesai dia mamakainya lalu mencoba lagi untuk terbang….dan berhasil…..namun sang ibu belum pergi, dia memanggil putra – putranya dan memberikan kedudukanya masing – masing.

Putra pertama atau cikal bakal Sultan Tidore: mendapat tempat duduk batu Putra kedua atau cikal bakal Sultan Jailolo: mendapat temapat duduk ginoti(kayu hanyut) Putra ketiga atau cikkal bakal Sultan Bacan: mendapat tempat duduk age(potongan pohon yang masih tersisah ditanah) Lalu sang ibu berpesan” kkalau ayah kalian pulang dan mananyakan tentang ibu, katakan kepadannya …..!!! ibu sudah pulang…… ibu pergi lewat sini (sambil menunjuk ke atas) lalu sang ibu pun terbang, karena tidak tega melihat putra ketiganya terlalu menangis sampai sang ibu naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya ditampunglah air susunya lalu diberikan kepada putra yang tertua, dan berpesan “kalau adikmu menagis….! Berikan air susu ini kepadanya…….!!!” Dan terbanglah sang ibu kemudian menuju kahyangan.

Jelang beberapa saat kemudian, pulanglah sang ayah, karena tidak melihat ibu dari putra – putranya, sang ayah pun bertanya kepada putra yang tertua “ ibu dimana…..!!!” putranya menjawab “ibu bilang …..!!! ibu telah pulang….ibu pergi lewat sini(sambil menunjuk ke atas) mendengar jawaban itu langsung menuju ketempat dimana sayap itu disimpan dan melihat ternyata sayap itu sudah tidak ada di tempatnya, maka menangislah dia, karena dia tau istrinya benar – benar telah pergi,kemudian sang ayah berpesan kepada putra yang tertua”jagalah adik-adikmu ayah pergi mencari ibu kalian sambil menangis, pergilah dia mencari sang istri tercinta, dia berjalan masuk keluar hutan, dan pada suatu saat dia bertemu dengan seekor burung “GOHEBA” (burung garuda) ketika melihat dia menangis, sang goheba pun bertanya “ Apa gerangan yang kamu sedihkan…..? sambil menangis dia mengisahkan perihal kesedihan hatinya,  dan goheba itupun bersedia mambantunya, lalu berkata kepadanya “Naiklah kepenggungku dan pejamkan matamu” dia pun turuti semua perintah itu, lalu goheba itu pun terbang, beberapa saat kemudian, dia pun memebuka matanya, setelah mendapat perintah dari gaheba, dan saat itu dia sudah berada di kahyangan.

Pada saat itu di kahyangan, raja kahyangan mencium bau manusia dunia, raja perintahkan kepada kedua pengawalnya (KABO SE MORINYO) untuk mengecek keberadaan manusia dunia itu, setelah bertemu bartanyalah kedua pengawal itu dan dia pun manjawab “aku datang untuk mencari istri ku …..!!!” dan pagawal itu pun menyampaikan hal ihwal itu kepada raja, dan raja pun berkata “memang istrinya berada di sini, namun ada saratnya: dia ditugaskan untuk megerjakan tiga persyaratan dan harus selesai tepat waktu.
Pertama        : pisahkan campuran air dengan minyak
Kedua          : pilih dan pisahkan pasir dengan futu (sejenis makanan yanh    halus dan berwarna putih).
Ketiga           : tebang pohon beringin dengan pamarah (sejenis pisau cukur zaman dahulu).
Ketiga persyaratan itu berhasil di laluinya atas bantuan:
Raja ikan untuk persyaratan pertama
Raja semut untuk persyaratan kedua
Raja bua ( semut putih) untuk persyaratan ketiga

Setelah selasai, dia pun di panggil mengahadap raja, rajapun berkata “nanti besok kamu akan saya nikahkan dengan anak saya, namun kalau kamu salah menunjuk istri kamu, hukumannya di gantung dia mendengar semua itu, hatinya sangat sedih dan untuk kesekian kalinya dia manangis lagi, dalam kesedihan dan kedukaan hatinya tiba – tiba seekor lalat hijau (gufu sang) terbang lalu bertanya kepadanya: tofa ngana nyinga susah koa…?(tofa apa gerangan yang kamu sedihkan ?)sambil menangis dia mengisahkan apa yang dialaminya,karena dia tahu persis ketujuh putri itu wajahnya mirip semua tidak ada bedanya,dan lalat itupun bersedia membantunya dengan imbalan,bau busuk dan bau enak dimuka bumi ini semua untuknya,dan lalat itupun berkata lagi”kalau begitu jadi…!!

Nanti besok kalau kamu melihatku hinggap diputri mana, itulah istrimu..!!dan besoknya setelah selesai acara izab Kabul ,dia lalu diantar masuk ke kamar,setibanya di kamar,dia melihat ketujuh putri itu duduk sangat teratur ditempatnya,dengan berpakaian yang sama, semuanya sangat mirip satu sama lainnya baik wajah maupun perawakannya,dia bingung, dia sama sekali tidak mengenal sedikitpun istrinya,dalam kebinggungannya tiba – tiba dia melihat lalat hijau itu terbang mendekati putri – putri itu dan akhirnya lalat itu dengan mudah dapat mengenalinya, hanya dari bau badan yang berbeda dengan putri lainya, karena bau yang khas sebagai seorang perempuan yang tengah menyusui, dan lalat itu pun meghinggapi salah satu putri yang berkedudukan di tengah diantara keenam kakak – kakaknya, dan pada saat yang bersamaan dia langsung mengenal istrinya dan bergegas maju lalu meletakan tangan di atas kepala (ubun – ubun) istrinya, dan keenam kakak – kakaknya itu pun turun dari tempat itu dan mangangkat tangan menyanjung ( suba ) kepada meraka berdua.

Mulai saat itu suami istri ini tinggal di kahyangan hingga di karuniayi seorang putra ( bungsu dari empat bersaudara) pada suatu hari mereka berdua barpamitan hendak turun kebumi, namun gagal karena putra mereka selalu menagis lalu kakeknya membujuknya dengan memberikan semua haknya, namun cucunya tetap saja menagis, lalu kakeknya berkata “ Wahai cucuku semua sudah aku serahkan, tapi kamu masih menangis… apa yang kamu inginkan dariku… wahai cucuku yang tesayang ….? Sambil menangis cucunya menunjuk ke kepala kakeknya, dan sang kakekpun mengerti maksud cucunya dan melepaskan songkok tua dari kepalanya lalu pasangkan kekepala cucunya,lalu mereka bertiga kemudian bersama – sama turun ke bumi.

Anak yang turun dari kahyangan itu beliau adalah sultan ternate, dan mendapat kursi sebagai tempat duduknya. Dan songkok/peci tua yang oleh kakeknya dipasangkan ke kepala cucunya, itu adalah STAMPA (Mahkota) sultan ternate.

Berangkat dari mitos cerita rakyat diatas ialah merupakan suatu kekuatan sejarah sebagaimana di utarakan Kuntowijoyo bahwa untuk mengkaji sebuah sejarah maka mitoslah sebagai kekuatan sejarah. hingga kini masyarakat Ternate menyebut Mahkota dengan bahasa daerah setempat ialah Stampa. Dengan keunikan Mahkota Sultan Ternate merupakan salah satu peninggalan sejarah yang tidak saja ditumbuhi rambut namun dihiasi dengan beberapa batu alam dan perhiasan dengan nilai tinggi seperti; emas, perak, perunggu, permata, intan, batu akik safir dan zamrud.

Hingga kini Mahkota tersebut sangat di sakralkan oleh masyarakat Ternate dan menjadi tradisi besar yakni acara memotong rambut Mahkota tersebut, yang biasanya dilakukan upacara adat pada setiap menjelang hari raya idul adha bersama pencucian benda pusaka lainnya. Mahkota ini dipakai oleh Sultan pada prosesi pelantikan dan ritual atau acara adat tertentu saja. Sampai sekarang Mahkota ini disimpan di tempat yang khusus oleh masyarakat Ternate disebut dengan kamar puji yang terdapat dalam keraton serta sepotong kayu khusus untuk meletakan Mahkota kayu itu oleh masyarakat Ternate disebut Qalbu.

 Dengan keunikan Mahkota Agung ini terdapat berbagai macam perhiasan diantara;
1.     Bulan sabit yang ditata dengan 17 (tujuh belas) permata dan 26 (dua puluh enam) batu permata dari Ceylon/Srilanka.
2.    2 (dua) Dahengora dari emas yang masing-masing Dahengora ditata dengan 6 (enam) intan dari Ceylon/Srilanka.
3.    7 (tujuh) bintang ditata dengan permata (intan).
4.    Kembang matahari bertata permata (intan).
5.    1 (satu) anting-anting besar permata (intan).
6.    12 (dua belas) anting-anting bertata 60 (enam puluh) Intan
7.    Sebuah batu permata merah berbentuk bulat besar.
8.    2 (dua) permata topaz.
9.    80 (delapan puluh) batu permata.
10.  Sebuah kalung emas berbentuk kipas yang sambung menyambung.
11.   Sebuah kalung emas berbentuk buah belimbing yang sambung menyambung.
12.  Sebuah kalung emas yang tertata 24 (dua puluh empat) intan.
13.  Sebuah kalung emas dari Makassar.

Begitu banyak perhiasan yang menghiasi Mahkota tersebut oleh masyarakat Ternate bahwa dari sekian banyak perhiasan yang terdapat pada Mahkota melambangkan banyaknya harta Karun yang terdapat di tanah Moloku Kie Raha. Dengan kesakralannya Mahkota Agung ini mempunyai andil besar juga dalam menentukan siapa penerus tahta (kepemimpinan) Sultan selanjutnya (*).


Sebagai kota Heri tage, Ternate memiliki karakteristik tersendiri sebagai kota tua di Maluku Utara. Kota tua ini memiliki lika liku perjalanan sejarah panjang  di Nusantara. sebab seusianya kurang lebih VII abad lebih 1250 sampai sekarang tentunya, memiliki peninggalan sejarah benda pusaka yang cukup banyak. Dalam berbagai situs yang mungkin sudah diteliti para sejarawan lokal dan pemerhati sejarah di nusantara pada masa kekinian.

Hal ini ditandai dengan berbagai peninggalan situs bersejarah berupa keraton kesultanan Ternate (1673), masjid sultan Ternate oleh masyarakat lokal disebut dengan (sigi lamo; 1679), serta Benteng-benteng peninggalan Portugis diantaranya; Benteng kastela (Nosa Senhora de Rosario), Benteng Orange, Beteng Tolluko, Benteng Kalamata, Benteng Kota Janji dan lain sebagainya sampai saat ini masih tetap berdiri kokoh yang kemudian di revitalisasikan oleh dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ternate.

Dengan kelika likuannya perjalanan primadona sejarah Ternate yang mendunia di nusantara ini, namun ada sebuah keunikan tersendiri yang dimiliki dari tanah Moloku Kie Raha yang patut diangkat dan ketahui dunia sebagai pengembangan kebudayaan daerah tersebut. Hal serupa yang dimaksudkan adalah sebuah peninggalan mahkota agung kesultanan Ternate.

Tak banyak literature ataupun referensi yang menjelaskan tentang kapan dan dimana Mahkota ini berasal dan dibuat dengan begitu keunikan yang terdapat pada mahkota tersebut, namun menurut kepercayaan kalangan masyarakat lokal bahwa keberadaannya sudah sejak pemimpin pertama Kolano Cico alias Baab Masyhur Malamo (1250), hingga kini kepemimpinan ke 48 kesultanan (H. Mudaffar Sjah) Mahkota Agung ini pun masih baik dan di rawat oleh pihak kesultanan.
Fenomena ini sempat diteliti di Jakarta untuk tes DNA namun mengalami kekaburan, begitu pula penelitian yang dilakukan oleh peneliti amerika serikat pun hanya sampai pada tataran menjelaskan jenis rambut ini bukan berasal dari manusia ataupun binatang serta  mahkota tersebut sangat berharga dan tidak dapat ditukar dengan nilai uang. Menurut kalangan masyarakat tempatan bahwa rambut yang terus tumbuh pada mahkota kesultanan tersebut merupakan milik makhluk halus.

Adapun mitos cerita rakyat “Tujuh Putri” oleh masyarakat lokal yang mengisahkan awal mula terbentuknya kerajaan di Moloku Kie Raha dengan adanya keberadaan Mahkota tersebut.

Inilah kisahnya ……

Pada zaman dahulu kala, diketinggian langit nan biru, turunlah sekumpulan awan yang berwarna warni. Di saat yang sama dari kejahuan ada seorang umat dimuka bumi ini, yang bernama……… melihat kejadiaan itu dan berkata “ apa gerangan yang turun dari langit itu, tanda apa sebenarnya?” maka berjalanlah dia dan mencari tau tanda apa sebenarnya  hingga sampailah ditempat itu dan melihat, ternyata tanda itu adalah tanda tujuh putri turun dari kahyangan untuk mandi di air………… dia melihat ketujuh putri itu melepas sayapnya masing dan meletakanya di pinggir air, tergerak hatinya ingin mengambil salah satu sayap itu sambil menunduk dan melihat – lihat kesana – kemari, perlahan  - lahan dia menuju ketempat sayap itu dan mengambilnya, dan kemudian membawanya untuk disimpan.

Di saat yang sama, ketujuh putri yang sedang mandi itu mencium bau manusia dunia,  dan baunya semakin dekat” mereka pun bergerak dengan cepat dan dengan  tergesah – gesah untuk menuju sayap itu, dan mengambilnya lalu masing – masing memakainya, dan salah satu dari sayap itu tidak ada, ternyata sayap itu kepunyaan putri bungsu, karena kehilangan sayapnya dia berdiri dan mencarinya, sambil menangis dan berkeliling - keliling dia cari dan terus mencari, namun tidak juga ditemukan akhirnya dia sampaikan perihal kehilangan sayapnya kepada kakak – kakaknya, namun mereka berkata tidak melihat, dan mereka pun ikut mancarinya, mereka mencari kesana kemari, namun tidak ditemukan juga, lalu keenam putri itu terbang pulang, dan ketika sampai di tangga pertama mereka balik dan turun ke bumi . karena tidak tega maninggalkan adiknya sendirian mereka lalu memanggilnya pulang, namun adiknya berkata “sudah ……! Pulanglah…..!!!” mendengar jawaban itu, mereka pergi dan terbanglah keenam putri itu namun terlalu sayang dan cinta terhadap adiknya mereka naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya, adiknya berpesan kepada kakak – kakaknya “sampaikan pesanku ke ayahanda …….!!! Aku tak bisa pulang karena sayapku hilang….! Dan keenam kakanya itu pun pulang.

Pada saat itu, dari tempat persembunyianya, keluarlah dia dan mendekati putri yang tinggal sendirian itu, namun putri itu merajuk dan marah, dia membujuknya, putri  masih marah dia tetap membujukanya dan akhirnya putri itu pun bersedia dan mau menerimanya, mereka berdua hidup bersama – sama dan di karuniai tiga orang putra masing – masing.
Anak pertama  ; cikal bakal sultan Tidore
Anak kedua     : cikal bakal sultan Jailolo
Anak ketiga     : cikal bakal sulta bacan.

Pada suatu hari, sang suami berkata “ Didalam teluk dilaut sana ikannya banyak sekali” tapi mau tangkap dengan apa…!!! Mendengar itu, sang istri mengambil sehelai rambutnya lalu membuat jala, dan memberikan kepada suaminnya untuk pergi menangkap ikan, setelah kepergian suaminya, sang ibu memberi makan kepada ketiga putra – putranya, lalu kemudian mandikan putra – putranya satu persatu, dan terakhir mau memandikan putranya yang ketiga, dia melihat bayangan sayapnya, dalam air mandi itu,

Lalu cepat – cepat dia memandikan putra ketiganya, dan setelah selesai, sang ibu naik ke atap rumah lalu mengambilnya, karena memang oleh suaminya, sayap itu di sisipkan di atap rumah,  setelah megambilnya, dia turun dan memakainya, lalu mencoba untuk terbang, namun gagal, kemudian dilepaskan sayap itu, lalu mengambil kemenyan dan membakarnya, kemudian dengan tangannya sendiri, mengambil sayap itu dan meletakan di atas kemenyan yang telah terbakar dan mengeluarkan asap itu,dia mebolak – balik sayap itu, demi menghidupkan kembali sayapnya, dan setelah selesai dia mamakainya lalu mencoba lagi untuk terbang….dan berhasil…..namun sang ibu belum pergi, dia memanggil putra – putranya dan memberikan kedudukanya masing – masing.

Putra pertama atau cikal bakal Sultan Tidore: mendapat tempat duduk batu Putra kedua atau cikal bakal Sultan Jailolo: mendapat temapat duduk ginoti(kayu hanyut) Putra ketiga atau cikkal bakal Sultan Bacan: mendapat tempat duduk age(potongan pohon yang masih tersisah ditanah) Lalu sang ibu berpesan” kkalau ayah kalian pulang dan mananyakan tentang ibu, katakan kepadannya …..!!! ibu sudah pulang…… ibu pergi lewat sini (sambil menunjuk ke atas) lalu sang ibu pun terbang, karena tidak tega melihat putra ketiganya terlalu menangis sampai sang ibu naik turun sebanyak tiga kali, akhirnya ditampunglah air susunya lalu diberikan kepada putra yang tertua, dan berpesan “kalau adikmu menagis….! Berikan air susu ini kepadanya…….!!!” Dan terbanglah sang ibu kemudian menuju kahyangan.

Jelang beberapa saat kemudian, pulanglah sang ayah, karena tidak melihat ibu dari putra – putranya, sang ayah pun bertanya kepada putra yang tertua “ ibu dimana…..!!!” putranya menjawab “ibu bilang …..!!! ibu telah pulang….ibu pergi lewat sini(sambil menunjuk ke atas) mendengar jawaban itu langsung menuju ketempat dimana sayap itu disimpan dan melihat ternyata sayap itu sudah tidak ada di tempatnya, maka menangislah dia, karena dia tau istrinya benar – benar telah pergi,kemudian sang ayah berpesan kepada putra yang tertua”jagalah adik-adikmu ayah pergi mencari ibu kalian sambil menangis, pergilah dia mencari sang istri tercinta, dia berjalan masuk keluar hutan, dan pada suatu saat dia bertemu dengan seekor burung “GOHEBA” (burung garuda) ketika melihat dia menangis, sang goheba pun bertanya “ Apa gerangan yang kamu sedihkan…..? sambil menangis dia mengisahkan perihal kesedihan hatinya,  dan goheba itupun bersedia mambantunya, lalu berkata kepadanya “Naiklah kepenggungku dan pejamkan matamu” dia pun turuti semua perintah itu, lalu goheba itu pun terbang, beberapa saat kemudian, dia pun memebuka matanya, setelah mendapat perintah dari gaheba, dan saat itu dia sudah berada di kahyangan.

Pada saat itu di kahyangan, raja kahyangan mencium bau manusia dunia, raja perintahkan kepada kedua pengawalnya (KABO SE MORINYO) untuk mengecek keberadaan manusia dunia itu, setelah bertemu bartanyalah kedua pengawal itu dan dia pun manjawab “aku datang untuk mencari istri ku …..!!!” dan pagawal itu pun menyampaikan hal ihwal itu kepada raja, dan raja pun berkata “memang istrinya berada di sini, namun ada saratnya: dia ditugaskan untuk megerjakan tiga persyaratan dan harus selesai tepat waktu.
Pertama        : pisahkan campuran air dengan minyak
Kedua          : pilih dan pisahkan pasir dengan futu (sejenis makanan yanh    halus dan berwarna putih).
Ketiga           : tebang pohon beringin dengan pamarah (sejenis pisau cukur zaman dahulu).
Ketiga persyaratan itu berhasil di laluinya atas bantuan:
Raja ikan untuk persyaratan pertama
Raja semut untuk persyaratan kedua
Raja bua ( semut putih) untuk persyaratan ketiga

Setelah selasai, dia pun di panggil mengahadap raja, rajapun berkata “nanti besok kamu akan saya nikahkan dengan anak saya, namun kalau kamu salah menunjuk istri kamu, hukumannya di gantung dia mendengar semua itu, hatinya sangat sedih dan untuk kesekian kalinya dia manangis lagi, dalam kesedihan dan kedukaan hatinya tiba – tiba seekor lalat hijau (gufu sang) terbang lalu bertanya kepadanya: tofa ngana nyinga susah koa…?(tofa apa gerangan yang kamu sedihkan ?)sambil menangis dia mengisahkan apa yang dialaminya,karena dia tahu persis ketujuh putri itu wajahnya mirip semua tidak ada bedanya,dan lalat itupun bersedia membantunya dengan imbalan,bau busuk dan bau enak dimuka bumi ini semua untuknya,dan lalat itupun berkata lagi”kalau begitu jadi…!!

Nanti besok kalau kamu melihatku hinggap diputri mana, itulah istrimu..!!dan besoknya setelah selesai acara izab Kabul ,dia lalu diantar masuk ke kamar,setibanya di kamar,dia melihat ketujuh putri itu duduk sangat teratur ditempatnya,dengan berpakaian yang sama, semuanya sangat mirip satu sama lainnya baik wajah maupun perawakannya,dia bingung, dia sama sekali tidak mengenal sedikitpun istrinya,dalam kebinggungannya tiba – tiba dia melihat lalat hijau itu terbang mendekati putri – putri itu dan akhirnya lalat itu dengan mudah dapat mengenalinya, hanya dari bau badan yang berbeda dengan putri lainya, karena bau yang khas sebagai seorang perempuan yang tengah menyusui, dan lalat itu pun meghinggapi salah satu putri yang berkedudukan di tengah diantara keenam kakak – kakaknya, dan pada saat yang bersamaan dia langsung mengenal istrinya dan bergegas maju lalu meletakan tangan di atas kepala (ubun – ubun) istrinya, dan keenam kakak – kakaknya itu pun turun dari tempat itu dan mangangkat tangan menyanjung ( suba ) kepada meraka berdua.

Mulai saat itu suami istri ini tinggal di kahyangan hingga di karuniayi seorang putra ( bungsu dari empat bersaudara) pada suatu hari mereka berdua barpamitan hendak turun kebumi, namun gagal karena putra mereka selalu menagis lalu kakeknya membujuknya dengan memberikan semua haknya, namun cucunya tetap saja menagis, lalu kakeknya berkata “ Wahai cucuku semua sudah aku serahkan, tapi kamu masih menangis… apa yang kamu inginkan dariku… wahai cucuku yang tesayang ….? Sambil menangis cucunya menunjuk ke kepala kakeknya, dan sang kakekpun mengerti maksud cucunya dan melepaskan songkok tua dari kepalanya lalu pasangkan kekepala cucunya,lalu mereka bertiga kemudian bersama – sama turun ke bumi.

Anak yang turun dari kahyangan itu beliau adalah sultan ternate, dan mendapat kursi sebagai tempat duduknya. Dan songkok/peci tua yang oleh kakeknya dipasangkan ke kepala cucunya, itu adalah STAMPA (Mahkota) sultan ternate.

Berangkat dari mitos cerita rakyat diatas ialah merupakan suatu kekuatan sejarah sebagaimana di utarakan Kuntowijoyo bahwa untuk mengkaji sebuah sejarah maka mitoslah sebagai kekuatan sejarah. hingga kini masyarakat Ternate menyebut Mahkota dengan bahasa daerah setempat ialah Stampa. Dengan keunikan Mahkota Sultan Ternate merupakan salah satu peninggalan sejarah yang tidak saja ditumbuhi rambut namun dihiasi dengan beberapa batu alam dan perhiasan dengan nilai tinggi seperti; emas, perak, perunggu, permata, intan, batu akik safir dan zamrud.

Hingga kini Mahkota tersebut sangat di sakralkan oleh masyarakat Ternate dan menjadi tradisi besar yakni acara memotong rambut Mahkota tersebut, yang biasanya dilakukan upacara adat pada setiap menjelang hari raya idul adha bersama pencucian benda pusaka lainnya. Mahkota ini dipakai oleh Sultan pada prosesi pelantikan dan ritual atau acara adat tertentu saja. Sampai sekarang Mahkota ini disimpan di tempat yang khusus oleh masyarakat Ternate disebut dengan kamar puji yang terdapat dalam keraton serta sepotong kayu khusus untuk meletakan Mahkota kayu itu oleh masyarakat Ternate disebut Qalbu.

 Dengan keunikan Mahkota Agung ini terdapat berbagai macam perhiasan diantara;
1.     Bulan sabit yang ditata dengan 17 (tujuh belas) permata dan 26 (dua puluh enam) batu permata dari Ceylon/Srilanka.
2.    2 (dua) Dahengora dari emas yang masing-masing Dahengora ditata dengan 6 (enam) intan dari Ceylon/Srilanka.
3.    7 (tujuh) bintang ditata dengan permata (intan).
4.    Kembang matahari bertata permata (intan).
5.    1 (satu) anting-anting besar permata (intan).
6.    12 (dua belas) anting-anting bertata 60 (enam puluh) Intan
7.    Sebuah batu permata merah berbentuk bulat besar.
8.    2 (dua) permata topaz.
9.    80 (delapan puluh) batu permata.
10.  Sebuah kalung emas berbentuk kipas yang sambung menyambung.
11.   Sebuah kalung emas berbentuk buah belimbing yang sambung menyambung.
12.  Sebuah kalung emas yang tertata 24 (dua puluh empat) intan.
13.  Sebuah kalung emas dari Makassar.

Begitu banyak perhiasan yang menghiasi Mahkota tersebut oleh masyarakat Ternate bahwa dari sekian banyak perhiasan yang terdapat pada Mahkota melambangkan banyaknya harta Karun yang terdapat di tanah Moloku Kie Raha. Dengan kesakralannya Mahkota Agung ini mempunyai andil besar juga dalam menentukan siapa penerus tahta (kepemimpinan) Sultan selanjutnya (*).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar